Lisensi

TqR4TFX7TFdmYFG4TFI4TZNbTKTusBSpMXQpaVQps6ft

Muhammadiyah Sebagai Manifestasi Gerakan Kelas Menengah Entrepreneur

smam9sby
0 Comments
Kemuhammadiyahan,
www.ismuba-smam9sby.sch.id - Mengutip pertakaatn James Dale Davidson dalam sub judul The rise of Islam - The plague of the black debt; "Disebagian besar negara maju, sukar dibayangkan bahwa orang mau berperang demi agama. Perang agama nampak bagai puing dari masa silam. Ini adalah abad materialisme. Orang-orang lebih tertarik dengan prospek laba ketimbang janji suraga" (1994:63-64). Serakang kita mengetahui, di abad ke-20 ini dimana setiap lini kehidupan urban yang hampri sepenuhnya dirasuki komersialisasi, monetisasi, dan science achievements, menumbuhkan optimisme yang luar biasa karena banyaknya penemuan yang dihasilkan telah mamu menerangkan fenomena yang selama ini belum terpahami manusia. Dalam optimisme seperti itu meemanglah eskatologia ganjaran surga atau neraka yang dijanjikan kelak setelah hari kamat. Orang lebih dapat menerima bahwa surga dan neraka tak perlu menunggu hari kiamat karena sekarang ini juga semua itu bisa didapatkan atau diciptakan.

Benarkah pernyataan tersebut? Davidson ternyata tidak paham akan sejarah . Eskatologia tentang dunia dan akhirat tersebut justru muncul melalui Nabi Muhammad SAW yang menghabiskan masa mudanya menjadi pedagang, juga istrinya khadijah yang lima belas tahun lebih tua darinya adalah seorang saudagar kaya lagi sukses. Orang-orang dekat Muhammad Saw sendiri pun terdapat sosok entrepreneur yang memberikan kontribusi nyata bagi perkembagan Islam seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Hal tersebut merupakan fakta sejarah bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh kebanyakan pedagang antar-negeri yang mendominasi pelayaran di Timur Jauh.

Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan Islam pun menampilkan sosok yang sama dengan kenyataan diatas, setidaknya pada saat-saat awal berdirinya. Dilihat dari komposisi anggotanya pada saat awal berdirinya, Muhamamdiyah lebih tampak sebagai gerakan kaum kelas menengah daripada sebagai gerakan organisasi agama yang didominasi kaum ulama. Berdasarkan data anggota antara tahun 1916-1923, keanggotaan Muhammadiyah terbanyak justru berasal dari kaum saudagar atau wiraswastawan.

Menyebarkan Muhammadiyah di Indonesia sedikit banyak terjadi melalui interaksi kaum pedagang, Muhamamdiyah juga tersebar melalui relasi-relasi dagang yang dimiliki oleh Kiai Dahlan yang juga seorang pedagang batik. Muhammadiyah telah mulai dibina dari tradisi Kauman dan tradisi perantau yang menampakkan asal-usul dari enklave entrepreneur.

Berkembangnya Muhammadiyah di daerah lain juga berkembang di enklave entrepreneur, seperti Pekajangan di Pekalongan, Laweyan di Solo, Surabaya, Kotagedhe di Yogyakarta, dan sebagainya. Seperti masuknya Muhammadiyah ke Minangkabau yang terjadi lewat perkenalan para pedagang Minangkabau yang berada di Pekalongan dengan Kiai Dahlan yang kerap melakukan tabligh di daerah itu. Interaksi tersebut sangat berpengaruh di kalangan pedagang, dan akhirnya dibawa sampai ke ranah Minang.

Haji Abdul Karim Amrullah ayahanda Buya HAMKA yang kerap disapa Adalah Haji Rasul, pernah menjenguk keluarganya yaitu A.R. Sutan Mansur, yang kemudian tertarik dengan apa yang disampaikan Kiai Dahlan. Tema manusia mandiri yang mempunyai tanggung jawab langsung dengan Sang pencipta, namun memerlukan manusia lain untuk lebih memungkinkan dirinya menjadi manusia yang taqwa ini adalah hal yang selalu didengungkan antara lain oleh Dr. H. A. Karim Amrullah dalam usahanya menyebarkan Muhammadiyah di Sumatera Barat. Sejak itulah para pedagang batik Sumatera yang bermukim di Pekalongan mendirikan Cabang Muhamamdiyah dan kemudian berhasil mempengaruhi orang sedaerah mereka di seberang selat Sunda.

Secara ektrem, bisa digambarkan bahwa jika Kauman adalah faktor utama dari kemantapan organisasi, maka tradisi perantau adalah kultur yang selalu menggugah kemantapan dan yang selalu ingin melebarkan sayap.

"Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhamamdiyah yang akan datang, maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru, kembalilah kepada Muhamamdiyah. Jadilah dokter, kembalilah kepada Muhammadiyah. jadilah meester, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhamamdiyah" (KH. A. Dahlan dalam Junus Salam, 1968: 51-52).

Tulisan ini diambil dari Buku Profil Satu Abad Muhammadiyah, tahun 2010.

PENDAFTARAN PESETA DIDIK BARU

Kami mengundang putra terbaik Negeri untuk bergabung bersama SMA Muhammadiyah 9 Surabaya

Form Bantuan Whatsapp

Hello! Ada yang bisa dibantu?
×